BERSIHKAN HATI, BULATKAN TEKAD, LAKUKAN YANG TERBAIK TUK MERAIH RIDLO ILLAHI

Selasa, 06 April 2010

Fenomena Nikah Sirri


Alloh swt menciptakan segala sesuatu yang ada di alam jagat raya ini saling berpasangan; ada atas ada bawah, ada langit ada bumi, ada muka ada belakang, ada kanan ada kiri dan ada laki-laki-ada perempuan. Manusia sebagai salah satu makhluq Alloh swt yang diciptakan di muka bumi hanya satu orang laki-laki saja dengan bahan dasar dari tanah, yaitu Adam as. Karena penciptaan makhluq manusia ini mempunyai misi besar dan cukup berat, yaitu mengemban kekhalifahan di bumi, yang akan memimpin, mengelola, mengeksplorasi, dan membangun bumi sebagai sarana untuk beribadah kepada Sang Pencipta, yang tentunya hal itu tidak mungkin dilakukan sendiri. Untuk suksesnya misi tersebut, Alloh swt menciptakan pasangan(istri) Adam As yang bahan bakunya berasal dari dalam tubuh Adam As sendiri, agar pasangan tersebut dapat memberi ketentraman dan mampu melahirkan keturunan yang banyak dari jenis laki-laki-maupun perempuan, sebagaimana firmannya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”(QS.4:1).
Mengapa Alloh swt menciptakan pasangan(istri) Adam as diambil dari dirinya, bukan dari tanah sebagaimana bahan baku Adam as atau dari jenis materi lain? Tentu jawaban pastinya yang tahu hanyalah Alloh swt, tetapi dari fenomena-fenomena yang Alloh swt tunjukkan dalam proses perkembangbiakan manusia sesungguhnya dapat kita ambil suatu pelajaran yang dapat lebih mendekatkan diri kita kepada Alloh swt melalui pengenalan terhadap diri kita sendiri, mulai dari proses terjadinya pembuahan, kelahiran, pertumbuhan, pendewasaan, dan kematian, sebagaimana kata pepatah ”Barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhan-nya”. Penciptaan Hawa sebagai pasangan Adam As diambil dari dalam tubuh Adam sendiri, karena Alloh swt menginginkan keduanya yang berbeda jenis kelamin tersebut menjadi satu kembali dalam suatu media lain menurut aturan/syari’at yang sudah dibuat-Nya, yaitu ‘ikatan perkawinan’. Dengan menyatunya dua insane yang yang berbeda tersebut melalui pernikahan diharapkan dengan izin Alloh swt sebagai pencipta makhluq dapat melahirkan keturunan yang banyak untuk mengisi dan mengelola bumi.
Sekarang ini lagi menjadi berita yang cukup ramai bahkan mampu menembus rating tinggi yang tidak kalah dengan berita kasus century gate, tentang “nikah sirri” . Pasca munculnya RUU Perkawinan sebagai bentuk penyempurnaan UU No.1 Th 1974 tentang Perkawinan yang digagas oleh pemerintah melalui Kementerian Agama, dimana salah satu klausulnya menyebutkan bahwa orang yang akan melakukan poligami harus melalui penetapan pengadilan dan orang yang melakukan nikah sirri akan di pidana. Alasan pemerintah adalah untuk melindungi kaum wanita dan anak-anak dari aspek formal suart nikah sehingga ada kejelasan status, jika terjadi ketidak adilan pada istri yang dilakukan oleh suami, ada bukti otentik yang dapat digunakan untuk melakukan gugatan di pengadilan,sedangkan bagi anak dapat memperoleh akta kelahiran yang dapat digunakan dalam persyaratan sekolah, serta sebagai alat bukti untuk mendapatkan hak waris.
Terhadap persoalan tersebut terjadi pro kontra dikalangan masyarakat, bahkan sikap propkontra tersebut sering menjadi tontonan perdebatan di berbagai media elektronik, yang pro argumennya hampir sama dengan alasan yang dikemukakan pemerintah, sedangkan yang kontra, mendasarkan pada ketentuan agama islam bahwa nikah sirri (tidak tercatat di KUA) adalah sah dan bukan merupakan kejahatan, banyak orang tidak bisa melakukan pencatatan nikah karena persoalan biaya, prosedur yang berbelit, dan mengapa perzinaan yang jelas perbuatan terlarang, merusak moral tetapi malah dibiarkan berkembang, bahkan cenderung dilokalisir.
Beberapa fenomena perilaku nikah sirri yang terjadi di masyarakat dengan latarbelakang dan alasan yang berbeda-beda, sehingga hal ini tidak bisa di generalisir bahwa mereka melakukan itu sebagai suatu kejahatan. Fenomena-fenomena tersebut, diantaranya sebagai berikut :
1. Prosedur berpoligami secara yuridis formal cukup susah. Walaupun UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 memperbolehkan seorang suami beristri lebih dari satu, tetapi persyaratan dan prosedur yang harus ditempuh sangat sulit, harus ada ijin dari istri pertama, diputuskan disidang pengadilan agama, karena istri tidak punya keturunan, atau tidk bisa melayani sebagaimana mestinya, dll, dan disisi lain dorongan nafsu yang diberikan Alloh swt kepada laki-laki cukup tinggi, sehingga jalan keluar/alternative solusi yang diberikan Alloh swt sebagai pencipta manusia, salah satunya dengan menikahi lebih dari satu wanita dan maksimal empat istri, dengan persyaratan berlaku adil dalam arti yang sebenarnya(secara materi).
Kondisi demikian mendorong suami menikahi wanita untuk menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat dengan cara "nikah sirri"(tidak tercatat di KUA), sebagai upaya mengindari perbuatan zina/maksiat. Perilaku nikah sirri demikian itu bukan suatu kejahatan yang harus dipidana, karena secara hukum agama islam yang diyakini sah, asalkan segala persyaratan dan rukun akad nikah tersebut terpenuhi, hanya saja secara formal tidak tercatat di KUA, dan wanita yang dinikahi juga menerima tanpa paksaan
2. Menikah secara formal cukup rumit dan biayanya mahal, beberapa daerah yang secara ekonomi dan pendidikan tidak mendukung, karena factor kemiskinan, membuat mereka yang akan membangun rumah tangga dengan nikah secara formal merasa keberatan, karena harus mengurus surat-surat dan biaya yang dikeluarkan cukup besar, sehingga daripada terjerumus pada perbuatan zina/kumpul kebo, maka mengambil jalan pintas dengan cara nikah secara agama atau nikah sirri dihadapan wali dan ustad atau tokoh agama. Perilaku nikah sirri ini juga bukan kejahatan yang harus dipidana, tetapi mempunyai tujuan mulia untuk membina rumah tangga mawadah wa rohmah.
3. Menikah hanya untuk melampiaskan hasrat seksual, sesungguhnya menikah selalin untuk memenuhi kebutuhan biologis juga dalam rangka membina rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah untuk melahirkan generasi penerus sebagai penyangga kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi ada sebagian laki-laki dan wanita melakukan pernikahan hanya untuk memuaskan hawa nafsu sesksual saja, diantaranya :
a. Nikah kontrak, model pernikahan ini dilakukan hanya untuk sementara waktu saja, karena pernikahan tersebut bagi laki-laki hanya untuk memuaskan hawa nafsu seksual saja, sehingga hal itu tidak mungkin dilakukan nikah secara formal, maka nikah sirrilah jalan keluarnya. Dan bagi wanita yang mau diajak nikah kontrak secara sirri untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Praktek nikah ini dilakukan oleh beberapa orang timur tengah yang datang ke Indonesia, seperti di daerah puncak bogor, sehingga kalau masa kontrak nikah habis, yaa ditinggal. Tentunya pernikahan ini tidak dibenarkan oleh agama, perilaku nikah sirri inilah mungkin yang bisa diindikasikan sebagai kejahatan pernikahan.
b. Nikah muda-mudi, model pernikahan ini juga mempunyai motif yang sama, yaitu menyalurkan hasrat nafsu biologis antara muda mudi yang sedang dilanda cinta, dengan alasan menghindari zina/kumpul kebo, tetapi disisi lain untuk melakukan nikah yang sebenarnya belum siap, karena status masih sekolah sebagai mahasiswa/mahasiswi, maka mereka menikah sirri dengan pasangan/pacarnya tetapi pernikahan tersebut tanpa sepengetahuan wali/orang tua si wanita maupun laki-laki, hanya dihadapan seorang yang dianggap ustad/penghulu dengan membayar beberapa ratus ribu saja, bahkan bagi juru nikah hal ini menjadi lading mata pencaharian. Pernikahan ini tentunya tidak dibenarkan oelh agama, dan bisa dianggap sebagai kejahatan.
c. Nikah kompensasi, model pernikahan ini motifnyas juga hasrat seksual, tetapi lebih bersifat memaksa, karena factor yang melatarbelakangi pernikahan bukan saling mencintai, tetapi karena hutang/balas budi dari orang yang punya jabatan atau kekayaan. Biasanya hal ini dilakukan oleh orang yang sudah beristri, sedangkan yang jadi korban anak wanita dari yang mempunyai hutang tetapi tidak mampu mengembalikan.
Dari berberbagai fenomena yang menjadi latar belakang pernikahan sirri yang terjadi di masyarakat tersebut, memang akhirnya menimbulkan beberapa permasalahan yang menimpai anak yang dilahirkan dan juga sang istri, yaitu :
1. Anak yang lahir dari pernikahan sirri tidak dapat memperoleh akta kelahiran sehingga akan mengalami kesulitan untuk mendaftarkan sekolah.
2. Anak yang lahir tanpa akta kelahiran, jika perceraian antara suami dan istri, maka anak akan merasa malu dihadapan-teman-temannya karena dianggap tidak mempunyai ayah yang sah.
3. Apabila terjadi sengketa antara suami dan istri, maka kedudukan istri sangat lemah, karena tidak ada legalitas formal yang dapat menjadi alat bukti terjadinya pernikahan tersebut.
4. Apabila terjadi perceraian diantara suami istri, kemudian mantan suami mengingkari pernikahan yang pernah dilakukan, maka mantan istri dan anak yang lahir dari hasil pernikahan tersebut akan merasa kesulitan melakukan gugatan ke pengadilan untuk memperoleh harta waris atau hak asuh anak.
Hal itulah yang menjadi dasar pemerintah membuat RUU Perkawinan sebagai perbaikan terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan memasukkan klausul “pidana bagi pelaku nikah sirri” dan aturan yang semakin mempersulit berpoligami bagi pria. Alasan yang dikemukakan pemerintah membuat RUU tersebut sebagai upaya melindungi wanita dan anak dari penderitaan, dan alasan itu di amini oleh para aktivis gender. Apakah upaya pemerintah membuat aturan pidana tentang pernikahan tersebut akan menyelesaikan permasalahan atau malah menimbulkan permasalahan baru, semakin maraknya perilaku kemaksiatan di masyarakat?. Karena bisa saja terjadi, bila hasrat dan keinginan sudah menggelora daripada melakukan nikah sirri diancam pidana penjara, lebih baik kumpul kebo aja, lebih aman. Lalu jalan keluar yang bagaimana untuk mengatasi permasalahan tersebut?
Menurut pandangan saya agar hak asasi warga Negara tetap terjamin dan tugas pemerintah melindungi warga negaranya dari berbagai permasalahan yang yang merugikan akibat dari pernikahan sirri, seharusnya peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang dibuat tidak menimbulkan permasalahan baru, menyusahkan masyarakat, menentang fitrah insaniah yang sudah dilekatkan Sang Pencipta kepada dirinya dan tidak melanggar hak-asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar. Nikah sirri bukan suatu kejahatan, dan tidak semua orang melakukan nikah sirri berakibat penderitaan malah banyak yang meraih kebahagiaan, sakinah, mawadah warrohmah, tetapi tidak sedikit orang yang melakukan nikah yang tercatat berakibat pada perceraian yang tetap aja korbannya juga wanita dan anak-anak. Jika pelaku nikah sirri harus dipenjara, itu merupakan bentuk kedloliman Negara terhadap rakyatnya, dan pemerintah tidak mau tahu apa latarbelakangnya sehingga nikah sirri dilakukan.
Seharusnya klausul pidana dalam pernikahan tidak dimasukkan pada proses pernikahannya tetapi akibat yang ditimbulkan dari pernikahan tersebut. Seharus perlindungan itu tidak bersifat diskriminatif yang hanya pada wanita dan anak-anak saja, tetapi kepada semua lapisan masyarakat, sehingga bentuk aturan perundangan yang dibuat mestinya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Membuat peraturan peundang-undangan yang memberi kemudahan seorang laki-laki melakukan poligami, atau menikah lebih dari satu dalam bentuk legal formal(akta nikah), tetapi apabila dari pernikahan tersebut berakibat tidak terjadi keadilan materi dan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga, maka istri/anak/saudara dan orang tua istri dapat mengadukan secara pidana, dan pelakunya dapat dihukum pidana penjara.
2. Membuat peraturan perundangan yang memudahkan persyaratan dalam pernikahan dan mengratiskan biaya pernikahan, apabila ada pungutan maka harus ada sanksi, tetapi petugas pencatat akta nikah harus mendapat tunjangan yang memadai
3. Membuat aturan yang dapat memberikan sanksi hukuman pidana penjara bagi yang menelantarkan istri dan anak.
4. Membuat aturan hukum yang dapat memberikan hukuman pidana bagi pelaku zina, baik yang dilakukan oleh orang yang sudah berumah tangga maupun yang belum berumah tangga.
5. Secara intensif melalui Kementrian Agama dan tokoh-tokoh agama/masyarakat melakukan sosialisasi tentang pernikahan yuang benar kepada seluruh lapisan masyarakat.
Jika aturan hukum tersebut dpat direalisasikan dan ditegakkan secara tegas maka seluruh lapisan masayarakat akan terlindungi. Wallohu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar